Gamal Al Banna (adik Hasan Al
Banna, pendiri Ihkwanul Muslimin) adalah aktivis muslim, anggota Ikhwanul
Muslimin. Kita menyebutnya fundamentalis dan anti-Barat. Ia berjuang menegakkan
“negara tauhid”, negara yang berdasarkan “La
ilaha illallah”. Perjalanan hidupnya, riwayat perjuangannya dan kisah-kisah
kegagalannya mengantarkan kepada sebuah refleksi yang mendalam. Ia “mengunjungi
kembali” pemikiran Islamnya. Dibali terali penjara, dalam ancaman penguasa
(Muslim) yang tidak berperikemanusiaan, di tengah hiruk-pikuk Kairo yang
menyesakkan, ia menemukan epifani. Ia melihat dunia dengan cara yang baru.
Begini hasil permenungannya:
Gamal Al Banna |
“Di negara-negara yang tidak
memeluk Islam, masyarakatnya bekerja dengan gigih dan ikhlas. Mereka memiliki
kejujuran dalam berkata, profesionalisme, menepati janji, dan akhlak-akhlak
baik lainnya. Mereka juga menganggap kebohongan pejabat dalam memberikan
keterangan atas satu perkara di depan pengadilan atau institusi negara
merupakan kejahatan besar yang tak terampuni kecuali dengan pemecatan.
Contohnya adalah kasus yang menimpa Nixon yang menuduh lawan politiknya
melakukan tindakan mata-mata. Begitu juga dengan Clinton yang memiliki
“hubungan khusus” dgn salah satu pegawai Gedung Putih. Mereka menerima celaan,
cacian dan denda yang tidak sedikit. Sedangkan sebagian besar pemimpin di
negara-negara Muslim selalu melakukan kebohongan publik dan penyelewengan.
Kerja mereka hanya menindas dan mengekang. Atas dasar alasan ini, maka
masyarakat Eropa bisa jadi lebih dekat dengan Allah dan idealisme Islam
dibanding banyak masyarakat yang mengaku sebagai pemeluk Islam.
Saya ingat masa ketika saya
berada di tahanan Tursina bersama orang-orang Ikhwanul Muslimin di tahun 1948.
Ketika itu tempat tahanan berada di tengah padang pasir yang di malam hari
terang dengan berbagai cahaya lampu yang dipasang untuk memudahkan penjagaan.
Pemasangan lampu itu dilakukan oleh tahanan yang memiliki keahlian kelistrikan.
Mereka juga menggunakan listrik untuk memanaskan air, mandi dan memasak. Saya berkata
pada mereka bahwa Thomas Alfa Edison akan masuk surga karena menemukan lampu
yang kemudian digunakan manusia sebagai alat penerang. Mendengar ucapan saya
mereka menolak keras, “Tidak! Karena dia tidak beriman kepada Allah dan
Rasulnya”. Mereka menganggap bahwa Islam sudah di kenal di Amerika dan
Rasulullah telah mengajak Edison kepada Islam. Oleh karena itu mereka menolak
pendapat saya.
Sudah saatnya bagi para dai Islam
untuk mengetahui bahwa mereka tidak dituntut untuk meng-Islamkan orang-orang
yang beragama selain Islam. Mereka tidak berhak mengklaim bahwa orang-orang
selain Islam masuk neraka, karena kunci-kunci surga bukan ditangan mereka.
al-Ta’addudiyyah fi
al Mujtama’ al-Islami
. Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Taufik Damas
Lc, Penerbit Menara,Bekasi, 2006>
Gamal al Banna berubah dari
seorang ekslusif menjadi seorang inklusif pluralis. Secara sederhana, umat
beragama ekslusif berpendapat hanya umatnya saja yang akan selamat dan masuk
surga. Di luar lingkungan agama kita, semuanya masuk neraka. Dalam bahasa Gamal
Al Banna, seorang ekslusivis merasa “menguasai gudang-gudang rahmat Tuhan”.
Rakhmat Tuhan meliputi seluruh alam semesta, langit dan bumi. Untuk kaum
ekslusif: “yang masuk surga hanya orang Islam. Tetapi umat Islam akan pecah
menjadi 73 golongan, hanya satu yang masuk surga, yang lainnya neraka. Dari
satu golongan pun tidak semuanya masuk surga, hanya pengikut Ustadz Fulan saja
lah yang akan masuk surga. Maka Rahkmat Allah yang meliputi langit dan bumi hanya
diselipkan di sebuah mesjid yang sempit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar