Senin, 13 Agustus 2012

Ustadz Seleb



Penceramah Islam sebaiknya berlatar belakang dosen ilmu tentang Islam. Kompetensinya bisa diuji & cenderung selalu belajar. Penceramah Islam yg tak punya latar belakang dosen, sangat mungkin refrensinya terbatas & belum tentu paham bahasa Qur'an & hadits (Arab). Ilmu agama itu ilmu yang bisa dipelajari, ada metodenya, ada universitasnya, bukan ujug2 baca Qur'an terjemahan & shalat lgs bisa ceramah. Kira2 penceramah-penceramah yang sudah jadi ustadz seleb di TV itu, menghabiskan berapa buku per minggu ya? Gak kebayang, jika ada penceramah di TV yang tiap hari ngomong di depan umat tapi refrensi bacaan / ilmunya tidak bertambah. Atau jika ada penceramah-penceramah dengan latar belakang ilmu sekuler lain selain ilmu tentang Islam, bagaimana kompetensi mereka? Penceramah-penceramah dengan kompetensi meragukan berpotensi "sotoy" dan dapat menyesatkan pendengarnya. Apakah kita akan meminta pendapat hukum kepada seorang dokter? Gitu juga, apa kita akan minta pendapat ttg agama ke seorang insinyur? Kita sudah belajar kan, betapa beresikonya jika seorang penyanyi dangdut berceramah agama di depan umat?  Di dunia hukum, dahulu dikenal pengacara pokrol bambu. Tanpa kompetensi ilmu hukum yang jelas, mereka membela orang di depan pengadilan. Pengacara pokrol bambu hanya bermodal bisa bahasa Belanda, jago debat, tanpa paham asas2 & kaidah2 hukum, lalu membela orang di pengadilan. Betul, ada anjuran "sampaikanlah walau 1 ayat", tapi mbok ya sadar dengan kompetensi, bahwa 1 ayat pun bisa punya banyak tafsir. Gw kasih tahu elu 1 pasal dari KUHP, terus elu mau beri pendapat hukum & membela orang di depan pengadilan tanpa tau asas2 & kaidah2 hukum? Benar juga klo niat kita hanya ingin mengajak pada kebaikan, tapi klo gak kompeten, cukup disampaikan secara personal di kalangan terbatas saja. Sekali lagi, ilmu tentang Islam itu ilmu yg kompleks, hanya modal bisa mengeja Qur'an & membaca buku2 terjemahan tentang Islam lalu ceramah. Akan sangat berbahaya bagi yang mendengarnya. Apalagi beberapa penceramah dg kompetensi diragukan cenderung melindungi diri dg jargon (ayat yang dia ambil dari kitab suci ). .. "Menurut Qur'an" "menurut Islam" padahal yg dikatakannya hanyalah interpretasinya terhadap Qur'an / hadist. Pemahaman umat tentang Islam beresiko sempit & fanatik krn mengira apa yg dikatakan penceramah2 inkompeten = kata2 Allah. Padahal penceramah2 tersebut sama sekali tidak mendapat lisensi / surat kuasa dari Allah untuk menjadi juru bicaraNya. IMO, perlu diadakan semacam standarisasi & lisensi tertentu untuk penceramah di ruang-ruang publik seperti TV, masjid dll. Uji kompetensi untuk para penceramah bisa berupa kemampuan bahasa Arab, hafalan hadits / Qur'an, ujian soal kaidah2 fiqh dll. Resikonya mungkin perlu adanya standarisasi honor ceramah, tapi daripada harus membayar honor jutaan rupiah utk penceramah yg inkompeten? Dengan standarisasi & lisensi, penceramah yang isi ceramahnya berisi hate speech, misoginis misalnya, bisa dicabut lisensinya, yang distandarisasi kompetensi dasarnya aja bang, kyk kemampuan bahasa Arab, hafalan ayat Qur'an & hadits bkn interpretasinya. Sebetulnya penceramah2 yg inkompeten bisa terseleksi lewat mekanisme pasar. Artinya penceramah2 inkompeten seharusnya ditinggalkan audience. Masalahnya, ukuran yang dipakai dlm masyarakat kita, cenderung bukan ukuran kompetensi, tapi kemasan yg dipakai penceramah2 tersebut. Contohnya, yang laris bukan penceramah yang paham bahasa Arab, kaidah fiqh tapi yg laris malahan penceramah yg jenaka. Hasilnya kita hanya mempopulerkan "penceramah2 seleb" dibandingkan penceramah agama yg punya kemampuan. Penceramah yg ideal menurut gw, adalah orang yg doyan baca buku & bikin tulisan bukan penceramah yg doyan muncul di acara gosip selebritis. Buat sementara sih, klo denger ceramah dari orang yg kompetensinya meragukan, cukup didengarkan saja gak perlu dianggap terlalu serius. Mendengarkan ceramah dari orang yg gak berlatar belakang ilmu agama memadai anggep aja spt mendengar pendapat hukum dari seorang dokter. Sekali lagi, ilmu agama itu bisa dipelajari, ada metodenya bisa diuji seperti ilmu2 lainnya. Ilmu agama bukan ilmu ghaib yg pasti benar. Mau jadi ahli agama Islam yg kompeten? Masuk pesantren, belajar bahasa Arab, kuliah di UIN / Al Azhar Mesir hingga S3 misalnya. Jadi ahli agama Islam tidak cukup hanya dengan mengeja Al Qur'an tanpa paham bahasa Arab, rajin puasa & rajin shalat. Ini bukan ilmu ghaib. Dan jangan sekali-sekali terpukau, bahwa jika ada orang yg hafal beberapa ayat, rajin shalat, rajin puasa, jidat item pastilah ia ahli agama. – Pradhana Adimukti - , twitter:@Pradhana_Adi

Kaum Badui Arab

“Menurut Khalifah Umar Bin Khattab, orang-orang Badui lah yang melengkapi  Islam dengan bahan-bahan yang kasar”. Kaum Badui A...