Sabtu, 01 Desember 2012

Tirto Adhi Soerjo


Siapakah Minke yg diceritakan dalam “tetralogi buru” Pramoedya Ananta Toer?  Dia adalah R.M Tirto Adhi Soerjo (TAS). Pada tanggal 10 November 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional melalui Kepres RI No. 85/TK/2006. Meski sebelumnya pemerintah sudah memberikan gelar Bapak Pers Nasional pada tahun 1973.
TAS dilahirkan di Blora pada tahun 1880, dia adalah cucu Bupati Bojonegoro. Setelah lulus H.B.S, TAS melanjutkan sekolah kedokteran jawa STOVIA di Batavia.  Ia tak sampai lulus di sekolah kedokteran tsb. Kemudian dia pindah ke Bandung dan menikah di Bandung.
Ketika di Bandung, TAS mendirikan surat kabar “Soenda Berita” (1903-1905). Dan kemudian pada tahun 1907, TAS mendirikan koran “Medan Prijaji”, sebuah koran yang menggunakan bahasa Melayu. Dengan koran inilah cikal bakal penerbitan yang semua awaknya adalah bangsa pribumi dan “berdiri sendiri”. Pada saat itu “Medan Prijaji” merupakan ancaman bagi pemerintah kolonial Belanda. Karena koran tersebut begitu berani  dengan kritikan-kritikan tajamnya tentang kolonialisme. Juga pendidikan “kewarganegaraan” yang mengarah kepada nasionalisme tentang persamaan derajat suatu bangsa.
Selain berjuang dalam pena, TAS pun berjuang dalam pergerakan nasional, dia mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI) bersama H. Samanhudi dan bersama HOS Cokroaminoto SDI berubah menjadi Serikat Islam (SI). Walaupun hanya berawal dari niat melindungi pedagang pribumi dari gempuran pedagang tionghoa, dengan anggota melebihi 360.000 menjadikan SI memasuki gerakan politik yang menandai gerakan “Kebangkitan Nasional”. Selain organisasi SI yang bercirikan pedagang, organisasi lain yang mengiringi adalah Boedi Oetomo yang bercirikan kaum terpelajar.
Lantaran TAS dalam pemberitaannya sering menyudutkan pemerintah Hindia Belanda, ia pun tersandung masalah hukum, yakni terkena delik pers atau persdelict saat TAS membongkar skandal yang dilakukan Aspiran Kontrolir Purworejo, A Simon tahun 1909. TAS dituduh menghina pejabat Belanda, dan terkena Drukpersregliment 1856 (ditambah UU Pers tahun 1906). Hingga akhirnya, pengadilan menjatuhkan hukuman dengan cara dibuang di Teluk Betung, Lampung selama dua bulan. Meski TAS mempunyai hak istimewa di depan hukum (forum privilegiatum) lantaran ia keturunan Bupati Bojonegoro, ia kembali tersandung kasus delik pers.
 Tahun 1912, ia dituduh menghina Residen Rasenswaai dan Residen Boissevain karena menghalangi putera R. Adipati Djodjodiningrat (suami R.A Kartini) menggantikan ayahnya. TAS pun harus kembali menjalani kehidupannya di tempat pembuangan di Pulau Bacan dekat Halmahera, Maluku Utara.
Kesehatan TAS sering terganggu setelah kembali dari pembuangannya di Ambon. Pada 7 Desember 1917 TAS akhirnya meninggal. Dia awalnya dimakamkan di Mangga Dua Jakarta. Oleh keluarganya, jasadnya kemudian dipindahkan ke pemakaman Blender, Kebon Pedes, Bogor tahun 1973. Tanggal kematian itulah, 7 Desember, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pers Indonesia sebagai bentuk penghormatan kepada TAS, dan tahun berdirinya Medan Prijaji, 1907, dijadikan sebagai awal tahun pers kebangsaan.
***
.”Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Dimanapun ada yang mulia dan jahat.... Kau sudah lupakan kiranya Nak, yang kolonial adalah iblis. Tak ada yang kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsamu,.....
Perjalanan ini, membiakkan ingatan satire, bahwa kita adalah bangsa yang kaya tapi lemah. Bangsa yang sejak lama bermental diperintah bangsa lain. Sejarah mengatakan tragedi terbesar terkoyaknya kita sebagai sebuah bangsa yang kawasannya luas, kaya. Tapi selalu kalah dalam segala hal,.... PRAMOEDYA ANANTA TOERhttp://www.youtube.com/watch?NR=1&v=eYUafG82Al0&feature=endscreen 

Tirto Adhi Suryo

Kamis, 22 November 2012

When diet is not enough



Elyzabeth Winda, The Jakarta Post, Jakarta | Body and Soul |

When was the last time you exercised? Have you checked your weight and also your body mass index (BMI) lately? If you haven’t, probably it is time for you to get on the weight scales and pay attention to your own body’s needs.

On Friday, a seminar titled “Hope and Help for Obesity” was held to raise public awareness about obesity.

“Obesity is a severe disease. Everybody is in danger of obesity, especially young people. It is because of drive-through restaurants. We have cars, we have no time to cook at home. Our lifestyles are changing. It is projected that for the first time in the history of mankind, our children will live shorter lives than we will. And this is the dark result from obesity or overweight-related diseases,” affirmed Aaryan N. Koura, a surgeon and senior consultant at Tan Tock Seng Hospital in Singapore.

Obesity was once ranked second as a cause of disease, after smoking. A study published by the American Journal of Preventive Medicine in 2010, however, showed that the quality of life and years lost to obesity are now equal to or greater than those lost due to smoking.

A person with a BMI of 25 to 29.9 is considered overweight. If the index is higher than 30, one better start to seek the best treatment possible, because that’s the BMI for people with obesity problems.

Approximately 1 billion people worldwide are overweight. If we don’t act now, the number will exceed 1.5 billion people by 2015.

In Indonesia, based on the results of National Basic Health Research in 2010, the number of overweight people is twice that of those who have malnutrition. The result says that 12.6 percent of Indonesians are classified as skinny. Meanwhile, 21.7 percent are classified as overweight or obese.

Obesity has become a global epidemic which can cause death, yet the disease is preventable.

 “When one is trying to lose some weight, the first thing that they usually complain about is that it’s really hard to get rid of the weight,” said Grace Judio-Kahl, a physician and weight consultant for the lightHOUSE Clinic Jakarta.

In some severe cases of obesity, intervention by doctors or experts is needed, Grace added. She also explained that there were some other methods to help the overweight slim down.

“We are often told to manage our diet, take some pills, workout, or to do some adjunct therapy such as acupuncture, mesotherapy, electrotherapeutics, etc…. But, still, it is hard to get permanent and significant results. This is called the conventional approach,” she said.

“Most weight loss programs advertised are cosmetic. Meanwhile those who are overweight need more than cosmetic solutions. Cognitive behavior therapy [CBT] is considered effective to help people with obesity problems. It focuses on the behavior that is related to their psychological condition. A weight problem is not merely about nutrition and diet. It also needs holistic treatment,” she went on.

Despite the fact that CBT initially involves medication, educating the patient not to be dependent on treatment or medication is what the therapy is aiming for. The CBT is also applicable for people with eating disorders such as bulimia, anorexia, night-eating syndrome, compulsive overeating, and binge-eating disorder.

“A good weight loss program is not supposed to create [new] eating disorders,” Grace emphasized.

When obesity substantially affects one’s health or a person is classified as morbidly obese and all of the methods already mentioned have been done in vain, one can consider invasive treatment: bariatric surgery. Vertical-sleeve gastrectomies and Roux-en-Y gastric bypasses are two commonly performed procedures in the United States.

“In a vertical-sleeve gastrectomy, the surgeon will permanently reduce by 60 to 80 percent the size of the stomach. This reduces hunger by eliminating production of ghrelin [a hormone that appears to be an appetite stimulant],” he explained after the showing an animated video of the surgery.

Meanwhile, Roux-en-Y bypass surgery is also about sharply limiting the amount of food one can consume by sectioning off the stomach into a thumb-sized sac that is connected to a portion of the small intestine. The audience held their breath while the animated video of the Roux-en-Y-bypass — considered the gold standard, according to Koura — was demonstrated.

After surgery, one still has to maintain a healthy lifestyle (or the weight will be regained) and there will likely be some side effects due to the rearrangement of a person’s internal organs.

The surgeries mentioned above, however, still have some pros and cons. According to Grace, in Indonesia, the surgery has led to one patient death and sent several others to the ICU.

“We don’t have doctors in Indonesia who specialize in bariatric surgery yet. It is a matter of life and death we’re talking about. That’s why we refer our [morbidly obese] patients to foreign doctors abroad. There’s still a very long way to go. Hopefully this issue will move doctors to learn more about the surgery. Also the government should be more attentive to obesity cases in the country,” said Grace.

The formula for surgical success, as Koura explained, was 25 percent surgical procedure, 25 percent program/dietitian and group support, and 50 percent “you”.

But the most important thing is, “It’s not to late to go out and exercise and live a healthy live,” as Koura said at the beginning of the seminar.

Senin, 17 September 2012

Herman Willem Daendels (Gub Jend Hindia Belanda 1808-1811)


Sebelum revolusi perancis 1789-1799, suara raja adalah suara Tuhan, sehingga menimbulkan pemberontakan dari golongan demokrat dan republik menjatuhkan monarki absolut juga membuat geraja katolik Roma untuk membuat restrukturisasi yang radikal. Kudeta untuk kaum pencerah ini dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Semangat dari revolusi prancis adalah kita semua sama antara raja dan rakyat adalah saling bahu-membahu untuk membangun sebuah peradaban baru (penghapusan feodalisme).


Herman Willem Daendels adalah produk Eropa baru yang ditempa pada Revolusi Prancis (Ahli Hukum, Revolusioner,Politikus, serdadu profesional). Dia adalah kepala batu,perasa, gigih, tidak banyak cingcong,kemauan besar, karena serdadu profesional dia memiliki kecenderungan kekerasan dalam mencapai tujuan (Daendels ikut bertempur dalam penyerbuan ke Belanda (Netherland) 1794-1795 dalam pasukan “patriot pemberontak melawan Raja Belanda Stadhouder Willem V”) .Herman Willem Daendels ditugaskan menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk mempertahankan Prancis dari serbuan Inggris di Hindia Belanda. Dia tiba di Batavia via Lisabon dan Maroko 5 Januari 1808 atas perintah Raja Louis (Lodewijk I) adik Napoleon Bonaparte. Daendels belum pernah tinggal di Timur, tapi tampaknya dia  jenis orang yang cocok untuk membersihkan Batavia yang busuk dan kotor. Orang baru yang bersih diluar dari lingkaran “gank”. Gubernur Jendral ini menimbulkan kekagetan demi kekagetan bagi “orang lama”. Raja Louis memberikan kebabasan yang luar biasa kpd dia di Hindia Belanda. Dia mulai bekerja, menghancurkan korupsi, menghancurkan dan membuat lagi sistem administrasi baru, membangun  jalan dan benteng. Dia menimbulkan kebencian yang luas biasa dari banyak orang yang kepentingannya dia rusak. Akibatnya Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jendral Hindia Belanda berikutnya)  banyak memiliki keuntungan dari hasil reorganisasi Daendels di Jawa. (Walaupun citra yang buruk-buruk dibebankan kepada Daendels). Karena dibesarkan oleh Revolusi Perancis, Daendels kurang cocok bergaul dengan raja-raja pribumi, contohnya perseteruannya dengan Sultan Hamengku Buwono II dari Yogyakarta. Di jaman kompeni, Residen Belanda di Surakarta dan Yogyakarta diharuskan memberikan penghormatan kepada Sunan dan Sultan dengan membungkukkan badan dalam pertemuan-pertemuan resmi. Residen tidak berhak menggunakan payung mas dan kursi Sunan atau Sultan didesain dengan “lebih tinggi” dari para utusan Belanda. Oleh Daendels semua bentuk penghormatan ini di hapuskan karena tidak mencerminkan kesetaraan dan dipandang sebagai penghinaan kepada bangsa Eropa. Daendels pun terlalu mencampuri urusan dalam negeri Sultan yaitu ketika memaksa Sultan HamengkuBuwono II turun takhta (1810) dan diganti oleh puteranya Sultan Hamengku Buwono III. Banyaknya kesalah pahaman inilah yang menimbulkan benih-benih yang nantinya menjadi penyebab Perang Jawa (Diponegoro) 1825-1830.

Minggu, 02 September 2012

Hallo! Bandoeng by Wieteke Van Dort


Hallo Bandoeng – Wieteke Van Dort
Lagu ini mengisahkan hubungan telepon radio antara Hindia Belanda, khususnya pulau Jawa, dengan Netherland pada Januari 1929, berkat bantuan stasiun pemancar radio di Gunung Malabar Bandung yang dibangun sejak 1917 dan stasiun serupa di Kootwijk - Netherland.
Hubungan telepon radio dapat digunakan umum dengan biaya 33 Gulden untuk tiga menit pertama antara Netherland dan Netherland Indies, konon untuk bisa melakukan "hubungan" tersebut kita harus menabung selama 2 tahun.
Lagu ini bercerita tentang seorang nenek di Belanda yang tiap bulan nabung uang supaya dia bisa nelepon SLJJ anaknya di Bandung. Tapi setelah uangnya cukup buat nelefon, anaknya tidak bisa pulang karena sudah menikah dengan wanita pribumi dan juga sudah memiliki anak. Tapi akhirnya dia rela saat mendengar suara cucunya,walaupun dia menjadi sangat sedih.


‘t Oude moedertje zat bevend
Op het telegraafkantoor
Vriend’lijk sprak de ambt’naar
Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor
Trillend op haar stramme benen
Greep zij naar de microfoon
En toen hoorde zij, o wonder
Zacht de stem van hare zoon

refrain:
“Hallo! Bandoeng!”
“Ja moeder hier ben ik!”
“Dag liefste jongen”, zegt zij met een snik
“Hallo, hallo!
Hoe gaat het oude vrouw?”
Dan zegt ze alleen:
“Ik verlang zo erg naar jou!”

Lieve jongen, zegt ze teder
Ik heb maandenlang gespaard
‘t Was me om jou te kunnen spreken
M’n allerlaatste gulden waard
En ontroerd zegt hij dan:
“Moeder Nog vier jaar, dan is het om
Oudjelief, wat zal ‘k je pakken
Als ik weer in Holland kom!”

refrain

“Jongenlief”, vraagt ze, “hoe gaat het Met je kleine bruine vrouw?”
“Best hoor”, zegt hij, “en we spreken
Elke dag hier over jou
En m’n kleuters zeggen ‘s avonds
Voor het slapen gaan een gebed
Voor hun onbekende opoe
Met een kus op jouw portret”

refrain

“Wacht eens, moeder”, zegt hij lachend “
‘k Bracht mijn jongste zoontje mee”
Even later hoort ze duidelijk
“Opoe lief, tabeh, tabeh!”
Maar dan wordt het haar te machtig
Zachtjes fluistert ze:
“O Heer Dank dat ‘k dat heb mogen horen…”
En dan valt ze wenend neer

“Hallo! Bandoeng!”
“Ja moeder hier ben ik!”
Ze antwoordt niet.
Hij hoort alleen ‘n snik
“Hallo! Hallo!…” klinkt over verre zee
Zij is niet meer en het kindje roept: “Tabeh”

Terjemahan lagu ini kira-kira adalah:

Hallo Bandung
Ibu tua bergetar sambil duduk
Di kantor telepon
Pegawai ramah berbicara:
“Nona, sebentar lagi Bandung akan menjawab”
Dengan kaki bergetar yang juga membeku
Dia mengambil mikrofon
Maka dia mendengar, “Oh, Ajaib!”
Alunan suara putra nya.

Reff:
“Hallo Bandung”
“Iya Ibu, saya disini!”
“Salam dari cucumu yang manis” katanya sedih
“Halo!”, “Halo!”
“Apa Khabar Bu?”
Kemudian dia berkata
“Saya sangat kangen kamu!”

“Anakku yang manis”, kata Ibu tsb dengan mesra.
“Saya menabung selama bulanan”
“Untuk bisa bicara sama kamu”
“Saya bersedia memberi gulden ku yang terakhir”
Dengan iba, anaknya menjawab:
“Ibu, empat tahun lagi aku akan selesai”
“Ibuku yang manis, aku akan menggendongmu”
“Kalau nanti saya sampai di Belanda lagi”

“Anakku yang manis, bagaimana khabar istrimu(wanita pribumi)?”
“Baik-baik saja Bu”, kemudian dia berkata “kami selalu membicarakan Ibu”
“Setiap hari kami membicarakan Ibu”
“Juga anak-anak kami setiap malam selalu berdoa untuk Ibu”
“Sebelum tidur sebuah doa”
“Untuk nenek yang belum mereka kenal”
“Mereka pun mencium potret mu”

Reff

“Tunggu Bu” katanya sambil tertawa.
“Ini saya membawa anak bungsu saya”
Kemudian terdengar jelas
“Nenek yang manis”, “Tabeh”, “Tabeh”
Tapi dia sudah tak tahan lagi
Dengan alunan suara yg keras dia berkata
“Oh Tuhan, terima kasih aku bisa mendengar suaramu!”
Kemudian dia jatuh sambil menangis.

“Halo Bandung!”
“Ibu! Saya disini”
Dia tidak menjawab
Dia hanya mendengar dengan sendu
“Halo” “Halo” bisa didengar dari laut jauh
Dia sudah tidak ada lagi dan anak bungsunya memanggil “Tabeh!”

Senin, 13 Agustus 2012

Ustadz Seleb



Penceramah Islam sebaiknya berlatar belakang dosen ilmu tentang Islam. Kompetensinya bisa diuji & cenderung selalu belajar. Penceramah Islam yg tak punya latar belakang dosen, sangat mungkin refrensinya terbatas & belum tentu paham bahasa Qur'an & hadits (Arab). Ilmu agama itu ilmu yang bisa dipelajari, ada metodenya, ada universitasnya, bukan ujug2 baca Qur'an terjemahan & shalat lgs bisa ceramah. Kira2 penceramah-penceramah yang sudah jadi ustadz seleb di TV itu, menghabiskan berapa buku per minggu ya? Gak kebayang, jika ada penceramah di TV yang tiap hari ngomong di depan umat tapi refrensi bacaan / ilmunya tidak bertambah. Atau jika ada penceramah-penceramah dengan latar belakang ilmu sekuler lain selain ilmu tentang Islam, bagaimana kompetensi mereka? Penceramah-penceramah dengan kompetensi meragukan berpotensi "sotoy" dan dapat menyesatkan pendengarnya. Apakah kita akan meminta pendapat hukum kepada seorang dokter? Gitu juga, apa kita akan minta pendapat ttg agama ke seorang insinyur? Kita sudah belajar kan, betapa beresikonya jika seorang penyanyi dangdut berceramah agama di depan umat?  Di dunia hukum, dahulu dikenal pengacara pokrol bambu. Tanpa kompetensi ilmu hukum yang jelas, mereka membela orang di depan pengadilan. Pengacara pokrol bambu hanya bermodal bisa bahasa Belanda, jago debat, tanpa paham asas2 & kaidah2 hukum, lalu membela orang di pengadilan. Betul, ada anjuran "sampaikanlah walau 1 ayat", tapi mbok ya sadar dengan kompetensi, bahwa 1 ayat pun bisa punya banyak tafsir. Gw kasih tahu elu 1 pasal dari KUHP, terus elu mau beri pendapat hukum & membela orang di depan pengadilan tanpa tau asas2 & kaidah2 hukum? Benar juga klo niat kita hanya ingin mengajak pada kebaikan, tapi klo gak kompeten, cukup disampaikan secara personal di kalangan terbatas saja. Sekali lagi, ilmu tentang Islam itu ilmu yg kompleks, hanya modal bisa mengeja Qur'an & membaca buku2 terjemahan tentang Islam lalu ceramah. Akan sangat berbahaya bagi yang mendengarnya. Apalagi beberapa penceramah dg kompetensi diragukan cenderung melindungi diri dg jargon (ayat yang dia ambil dari kitab suci ). .. "Menurut Qur'an" "menurut Islam" padahal yg dikatakannya hanyalah interpretasinya terhadap Qur'an / hadist. Pemahaman umat tentang Islam beresiko sempit & fanatik krn mengira apa yg dikatakan penceramah2 inkompeten = kata2 Allah. Padahal penceramah2 tersebut sama sekali tidak mendapat lisensi / surat kuasa dari Allah untuk menjadi juru bicaraNya. IMO, perlu diadakan semacam standarisasi & lisensi tertentu untuk penceramah di ruang-ruang publik seperti TV, masjid dll. Uji kompetensi untuk para penceramah bisa berupa kemampuan bahasa Arab, hafalan hadits / Qur'an, ujian soal kaidah2 fiqh dll. Resikonya mungkin perlu adanya standarisasi honor ceramah, tapi daripada harus membayar honor jutaan rupiah utk penceramah yg inkompeten? Dengan standarisasi & lisensi, penceramah yang isi ceramahnya berisi hate speech, misoginis misalnya, bisa dicabut lisensinya, yang distandarisasi kompetensi dasarnya aja bang, kyk kemampuan bahasa Arab, hafalan ayat Qur'an & hadits bkn interpretasinya. Sebetulnya penceramah2 yg inkompeten bisa terseleksi lewat mekanisme pasar. Artinya penceramah2 inkompeten seharusnya ditinggalkan audience. Masalahnya, ukuran yang dipakai dlm masyarakat kita, cenderung bukan ukuran kompetensi, tapi kemasan yg dipakai penceramah2 tersebut. Contohnya, yang laris bukan penceramah yang paham bahasa Arab, kaidah fiqh tapi yg laris malahan penceramah yg jenaka. Hasilnya kita hanya mempopulerkan "penceramah2 seleb" dibandingkan penceramah agama yg punya kemampuan. Penceramah yg ideal menurut gw, adalah orang yg doyan baca buku & bikin tulisan bukan penceramah yg doyan muncul di acara gosip selebritis. Buat sementara sih, klo denger ceramah dari orang yg kompetensinya meragukan, cukup didengarkan saja gak perlu dianggap terlalu serius. Mendengarkan ceramah dari orang yg gak berlatar belakang ilmu agama memadai anggep aja spt mendengar pendapat hukum dari seorang dokter. Sekali lagi, ilmu agama itu bisa dipelajari, ada metodenya bisa diuji seperti ilmu2 lainnya. Ilmu agama bukan ilmu ghaib yg pasti benar. Mau jadi ahli agama Islam yg kompeten? Masuk pesantren, belajar bahasa Arab, kuliah di UIN / Al Azhar Mesir hingga S3 misalnya. Jadi ahli agama Islam tidak cukup hanya dengan mengeja Al Qur'an tanpa paham bahasa Arab, rajin puasa & rajin shalat. Ini bukan ilmu ghaib. Dan jangan sekali-sekali terpukau, bahwa jika ada orang yg hafal beberapa ayat, rajin shalat, rajin puasa, jidat item pastilah ia ahli agama. – Pradhana Adimukti - , twitter:@Pradhana_Adi

Sabtu, 28 Juli 2012

Raden Ngabehi Ranggawarsita (Diskusi di teater Salihara 28 Juli 2012 bersama Ki Herman Sinung Janutama)


RADEN NGABEHI RONGGOWARSITO

Islam bercorak mistis telah menjadi satu kekhasan di bumi nusantara. Kesuksesan Islam sebagai agama penebar kedamaian telah berhasil membaur dengan kebudayaan lokal  dimana mereka telah bersenyawa menjadikan sebuah kebudayaan yg indah. Kita bisa lihat kekhasan budaya Islam di Aceh, Padang, Makassar, Sunda, Mataram dll. Salah satunya adalah Eyang Ronggowarsito yang melahirkan ajaran filsafat hidup orang Jawa yaitu berbakti kepada sesama manusia dan memperindah jagad yang sudah indah ini. Raden Ngabehi Ronggowarsito hidup di kesunanan Surakarta, ia dianggap pujangga besar Jawa yang terakhir di tanah Jawa.

Raden:
Pemahaman kita tentang kata Raden adalah identik dengan Feodalisme, akan tetapi arti kata Raden yang sebenarnya adalah berasal dari kata rahadian atau roh-adi-an. Roh=ruh, adi=luhur, mulia. Jadi kata Raden ini berarti setara dengan radin= rasa, perasaan. Bisa juga mengacu kepada Radya= negeri, keraton, pemangku negeri. Gelar umum bagi para bangsawan Jawa (Nusantara) ini dulunya berarti pemangku negeri yang mencapai keluhuran ruhani dan kemuliaan akhlak. Bahkan juga berarti telah mencapai ketajaman perasaan dan kelembutan hati nurani.
Gelar Raden dahulu nya adalah menunjuk kepada kewajiban para pemangku negeri yakni para bangsawan atau pangeran di tanah Jawa yang memiliki komitmen moral dan spiritual. Sedemikian rupa sehingga mereka proporsional dalam memposisikan diri sebagai panutan moral, akhlak dan budi pekerti bagi masyarakatnya

Ngabehi:
Kata Ngabehi pada gelar Raden Ngabehi secara langsung menunjukkan posisi yang bersangkutan sebagai tokoh sesepuh atau orang yang dituakan di keraton (sultan atau susunan). Sebagai contoh gelar kebangsawanan pada mendiang GBPH Sandiya (Pangeran Samber Nyawa dr Mlangi yang berperang melawan Kumpeni selama 16 thn). GBPH kepanjangan dari Gusti Bendhara Pangeran Hangabehi. Beliau diposisikan sebagai sesepuh , kakak, atau saudara tua oleh mendiang Sri Sultan Hamenku Buwana I (1755-1812). Selain Raden Ngabehi (dianggap kakak) ada pula Raden Harya (dianggap adik, saudara muda) oleh keraton. Sebagai contoh gelar GBPH pada adik-adik Sri Sultan HB X ( dinobatkan 1989) yakni Gusti Yadiningrat atau Gusti Jayakusuma, GBPH pada gelar ini adalah kepanjangan dari Gusti Benhara Pangeran Harya.

Ronggowarsito:
Nama aslinya adalah Bagus Burham. Sewaktu muda Burham terkenal nakal dan gemar judi. Ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo). Pada mulanya ia tetap saja bandel, bahkan sampai kabur ke Madiun. Setelah kembali ke Ponorogo, konon, ia mendapat "pencerahan" di Sungai Kedungwatu, sehingga berubah menjadi pemuda alim yang pandai mengaji.
Ketika pulang ke Surakarta, Burham diambil sebagai cucu angkat Panembahan Buminoto (adik Pakubuwana IV). Ia kemudian diangkat sebagai Carik Kadipaten Anom bergelar Mas Pajanganom tanggal 28 Oktober 1819.

Silsilah Keturunan:

Kakek buyut Mas Burhan adalah Pengeran Wijil dari lingkungan ulama Kadilangu, Demak Bintara. Beliau adalah pelestari Kitab Jayabaya Kidung, dengan menuliskannya kembali dari tradisi lisan. Ayah Pangeran Wijil adalah Tumenggung Tirtawiguna, kakeknya adalah Tumenggung Sujanapura seorang pujangga dari Kraton Panjang. Tumenggung Sujanapura adalah adalah Putra dari Panembahan Tejowulan dari Jogorogo.. Panembahan Tejowulan adalah putra dari  Raden Arya Pamekas. Raden Arya Pamekas adalah putra dari Raden Patah (Bagus Kasan, Pangeran Jimbun). Dan Raden Patah adalah putra dari Prabu Brawijaya V (Sultan Terakhir Majapahit).

Keturunan dari Pangeran Wijil adalah Raden Ngabehi Yasadipura I (Pujangga Keraton Surakarta Hadiningrat era Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV), memiliki putra Raden Ngabehi Yasadipura II (Ayah Ronggowarsito). Walaupun pujangga di lingkungan keraton, Yasadipura II adalah seorang senopati tempur era Perang Jawa (1825-1830). Beliau memimpin pertempuran di wilayah timur pesisir utara Jawa dengan gelar Raden Tumenggung Sastranegara. Sesuai pertempuran, Tumenggung Sastranegara tertangkap oleh Kumpeni dan dihukum mati di Batavia. Beliau dimakamkan dengan nama kecilnya yakni Sayyid Abubakar di kompleks pemakaman keramat Luar Batang, Jakarta.
Inilah keikhlasan Mas Burhan yang tidak menggunakan nama Raden Ngabehi Yasadipura III, akan tetapi menggunakan nama Raden Ngabehi Ronggowarsito. Nama Ranggawarsita berasal dari kata Rangga=senopati, panglima pertempuran. Warsita= wacana, wejangan, pengetahuan hidup. Berarti Mas Burhan (R.Ng. Ranggawarsita)  telah mengganti strategi perangnya melawan kumpeni dari perang senjata menjadi perang ilmu. Hal ini bersamaan dengan bangkitnya semangat menuliskan kembali peninggalan dan pengetahuan Jawa.

 Patung Rangga Warsita di depan Museum Radya Pustaka, Surakarta 
Perlawanan lisan ini diikuti pula oleh pemimpin tanah Jawa untuk mengirimkan ulama-cendikianya ke sekolah-sekolah di mancanegara. Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat mengirim ke sekolah di Mekkah (Agama) dan Netherland (Iptek). Strategi ini dicium oleh kumpeni dan mereka memecah belah dengan mendirikan sekolah-sekolah untuk masyarakat (walaupun hanya sekolah rendah untuk pribumi dan lulusannya pun hanya diarahkan untuk menjadi pegawai negeri ataupun pegawai  administrasi rendahan di lingkungan kumpeni).

Kumpeni menembak mati R.Ng Ranggawarsita karen terlalu dianggap berbahaya bagi kolonialisme. Maka sang Panglima peperangan ilmu Jawa itu gugur pada 24 Desember 1873. Beliau mengikuti jejak ayah dan leluhurnya sebagai rangga (komandan pertempuran). R. Ng. Ranggawarsita dimakamkan di desa Palar Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Makamnya diziarahi oleh 2 presiden Indonesia ketika menjabat yaitu Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

1.       Pamundhut hingsun mring sira
             Santana lan kawula kabeh hiki
 Hambak taler Jawa tuhu
 Tan hala haprayuga
 Gayuh suprih yem tentrem hayuning srawung
 Wajib netepana warah
 Waruking agama suci
               
             Nasehatku untuk kalian
 Kerabat dan rakyat semuanya ini
 Yang telah ditakdirkan menjadi orang Jawa (Nusantara)
 Tidak buruk, bukan utama
 Menciptakan terwujudnya ketentraman kehidupan sesama
 Wajib menetapi ajaran
 Petunjuk agama suci

2.       Narendra miwah pujangga
Wali lan pandhita jatine kaki
Karsaning Kang Maha Agung
Gunggunging Islam – Jawa
Marmane langgengna tunggal loro hiku
Ja-hana hingkang tinggal Jawa
Lan ja-hana hadoh agami

Para raja dan para pujangga
Sesungguhnya para wali dan ulama anakku
Atas Kehendak Yang Maha Agung
Agunglah Islam-Jawa
Karena itu lestarikan dwitunggal itu
Jangan sampai ada yang semata Jawa
Dan jangan sampai ada yang menjauhi agama

3.     Tinulis sajroning Qur’an
Hantepana dadya laku ban hari
Miwah waguning kadhatun
Tindakna klawan takwa
Wit kang mangkana sira jeneng geguru
Ratu habudaya Jawa
Wali panuntun agami

Yang telah tertulis di dalam Al-Quran
Mantapkanlah menjadi perilaku sehari-hari
Demi indahnya sebuah pemerintahan
Jalankanlah dengan takwa
Karenanya hendaklah engkau berguru
Para raja yang berbudaya Jawa
Juga adalah para wali penuntun agama.





Sabtu, 07 Juli 2012

Surat Raden Saleh


Raden Saleh

“Dua kutub yang saling bertentangan, namun keduanya cerah dan ramah, seperti kekuatan sihir sakti yang mempengaruhi jiwaku. Disana, taman firdaus masa kecilku di bawah terik matahari  dan keluasan Samudra Hindia yang gemuruh, tempat tinggal orang-orang yang kucintai, dan tempat abu nenek moyangku bersemayam. Disini, Eropa, negara-negara yang paling beruntung, tempat kesenian dan pendidikan tinggi berkilau bagai intan permata, yang memikat gairah masa mudaku, dapat kutemukan lebih banyak dibanding kampung halamanku, dimana aku begitu bahagia, diantara sahabat-sahabat  baikku, sebagai pengganti ayah, ibu, dan saudariku, - hatiku terbagi untuk keduanya. Semua itu mendorongku memberi persembahan sebagi wujud terimakasih dan kasih sayangku kepada keduanya. Aku percaya, tak dapat berbuat lebih baik daripada menceritakan kepada sahabatku disini, di tengah kebersahajaan adat istiadat dan kebahagiaan suatu bangsa dimana aku dilahirkan, kukisahkan untuk para sahabat tercinta kekagumanku terhadap Eropa dan kedaulatan akal budi manusia. Bahasa yang kugunakan bukanlah ilmu pengetahuan yang mutlak dan bukan hal yang berlebihan, melainkan lebih merupakan ungkapan sederhana bagaikan dari hati seorang bocah yang murni. Tentu para sahabatku dapat mengerti dan menghargai.” -Raden Saleh-


RADEN SALEH SYARIF BUSTAMAN (1814 -1880) Aristocrat, Painter, Scientist



Pendahuluan
Sebagai orang Indonesia, pasti tidak akan asing dengan nama-nama seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah, Affandi dll sebagai maestro seni lukis, atau minimal pernah melihat satu kali lukisan hasil karya nama-nama tersebut. Dilihat dari tahun lukisannya, nama Raden Saleh  bisa dikatakan sebagai awal seni lukis modern Indonesia. Selain sebagai maestro lukis, Raden Saleh ternyata menyimpan “warisan” yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia, karena selain ilmuwan, bangsawan, dan maestro, dia pun menyimpan kontroversi yg menentukan arah pemikiran kebangsaan Indonesia. Raden Saleh adalah satu-satunya pelukis pribumi Hindia Belanda yang menjadi “Pelukis Sang Raja”.
Raden Saleh lahir di Terboyo Semarang, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Sayid Husen bin Alwi bin Awal. Ibunya bernama Mas Ajeng Zarip Husen. Keduanya merupakan cucu dari Kyai Ngabehi Kertoboso Bustam (1681-1759)., seorang asisten Residen Terboyo dan pendiri keluarga besar Bustaman yang menghasilkan para residen, patih, dan anggota kelas priyayi Bustaman. Raden Saleh menghabiskan masa kecilnya di kediaman Kyai Adipati Soero Menggolo, Bupati Semarang diTerboyo. Sang bupati adalah pamannya, karena Suro adalah putra dari anak ketujuh kakek buyut Raden Saleh, yaitu Kyai Ngabehi Kertosobo Bustam. Sang Bupati adalah seorang pamong yang berpengetahuan luas dan berpikiran maju. Dia merupakan anggota perkumpulan kecil yang eksklusif, yaitu Javaansch Weldadig Genootschap (masyarakat filantropi) yang didirikan thn 1816. Pada tahun 1822, masyarakat ini memiliki 21 anggota yang terdiri dari pejabat tinggi Belanda, termasuk Baron van der Capellen yang saat itu menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda_dan istrinya. Baron van der Capellen bertindak sebagai pelindung masyarakat secara ex-officio. Anggota lainnya adalah para pemuka agama, para pengusaha, dan tiga orang pribumi yaitu Panembahan Noto Kusumo dari Sumenep, Bupati  Adimenggolo dari Semarang dan Raden Mas Saleh. Presiden perkumpulan ini adalah Pendeta Katolik Roma Phillipus Wedding, sementara sekretarisnya adalah J. van den Vinne, seorang inspektur sekolah dan anggota komisi pendidikan untuk Batavia dan wilayah sekitarnya. Sepertinya kegiatan sang bupati mendorong minat keponakannya pada seni lukis kebudayaan eropa.
Tidak jelas kapan Raden Saleh meninggalkan Semarang menuju Jawa Barat, yang pasti bakatnya tercium oleh Antonie Auguste Joseph Paijen (1792-1860) seorang pelukis berkebangsaan Belgia. Paijen tiba di Batavia thn 1817 dan mengenali kemampuan artistic bocah tsb. Dengan persetujuan keluarga Raden Saleh, dia membawa sang bocah ke Cianjur yang pada saat itu merupakan Keresidenan Priangan. Residen Cianjur adalah saudara muda Gubernur Jendral Baron van der Capellen yaitu Letnan Kolonel Jonkher Robert Lieve Jasper van der Capellen. Dia membuka sekolah kecil yang diperuntukkan untuk anak-anak pribumi. Sekolah itu bertempat di gedung yang biasa digunakan para umat Kristiani dari Ambon. Residen yang berpikiran liberal ini juga mengangkat seorang Haji untuk menjadi Kepala Sekolahnya. Tujuannya jelas: untuk menarik dukungan keluarga pribumi. Pelajaran di sekolah ini adalah baca tulis Melayu menggunakan aksara Jawa dan Romawi, Arab juga aritmetika dasar. Paijen memasukkan Raden Saleh ke sekolah ini dikarenakan di Cianjur hanya sekolah ini lah yang ada. Selama bersekolah di Cianjur, Raden Saleh kecil  tinggal di Bogor bersama Paijen dimana Paijen bertugas pada C.G.C Reinwardt  (Direktur Pertanian, Seni dan Ilmu) juga sebagai pelukis seni pemerintah. Reinwardt sendiri adalah pendiri Kebun Raya Botani Bogor yang sangat termasyur. Dari Paijen lah kemampuan Raden Saleh kecil terpupuk, karena Paijen sering mengajarkan cara menggambar dan melukis. Bahkan Raden Saleh kecil terbiasa melihat bahkan membuat gambar dan litho dari berbagai obyek-obyek alami pesanan penelitian professor Reinwardt. Entah dari Residen Cianjur ataui dari Paijen, bakat luar biasa Raden Saleh ini terdengar sampai Gubernur Jendral Godert Alexander Gerard Phillip Baron van der Capellen (1778-1848). Baron van der Capellen adalah seorang bangsawan yang berorientasi ilmiah dan negarawan dan sangat tertarik untuk mempromosikan pengkajian tentang bahasa-bahasa dan kebudayaan pribumi. Bakat seni Raden Saleh menarik perhatian J.Ch. Baud (mantan sekretaris jendral Baron van der Capellen). Baud pernah mengirim surat kepada Gubernur Jendral J van den Bosch mengenai pelukis muda berbakat ini. Ketika Paijen kembali ke Eropa awal tahun 1825, Raden Saleh pindah ke Batavia dan menjadi bagian dari keluarga berkebangsaan Belgia  Jean Baptiste de Linge dan istrinya Colette Therese Verrue. De Linge adalah akuntan keuangan pada Direktorat Keuangan. Dan ketika de Linge melakukan tugas ke Belanda, Raden Saleh pun ikut ke Belanda dgn menggunakan kapal Pieter en Karel.
Besar kemungkinan perjalanan Raden Saleh ke Belanda biayanya ditanggung oleh organisasi Javaansch Weldagig Genootschap dimana paman Raden salah Kyai Adipati Suero Adimenggolo adalah salah seorang anggotanya. Juga Sekjen organisasi ini adalah J. van der Vinne juga Baron van der Capellen masih menjabat sebagai anggota organisasi mengelola masyarakat ini. Ketika de Linge dijadwalkan kembali ke Batavia, Raden Saleh meminta izin untuk tinggal lebih lama di Belanda, dia ingin belajar lebih banyak di negeri kincir angin tersebut. Surat beasiswa ditujukan kepada Menteri Pekerjaan Air, Industri Nasional dan Urusan Koloni Mr.G.G Clifford. Clifford menulis memorandum kepada Raja William I dari Netherlands Utara  dan menyarankan Raja untuk mengijinkan Raden Saleh tinggal selama dua tahun dengan biaya sebesar F 4000. Biaya tersebut diambil dari kas koloni. Raja William I sepakat dengan saran sang Menteri, ia menyetujui anggaran dana yang diajukan untuk pendidikan Raden Saleh. Maka Raden Saleh menjadi “anak negara” yang diawasi langsung oleh Jean Chretien Baud (1789-1895) Direktur Urusan Koloni Hindia Timur. Baud adalah pria yang memiliki keluarga besar dan sangat perhatian kepada bakat Raden Saleh…..

Selasa, 27 Maret 2012

THE GIRL WITH THE DRAGON TATTO

Lisbeth Salander (Rooney Mara)

Kisah Lisbeth Salander adalah hasil adaptasi dari buku bestseller Trilogi Millenium karya Stieg Larrson :
1.    The Girl With The Dragon Tatto
2.    The Girl Who Played With Fire
3.    The Girl Who Kicked The Hornet’s Nest
Cerita berawal dari gadis kecil yang anti social, tidak pernah peduli dengan lingkungan sekitarnya, pecandu rokok, berdandan a-la punk, akan tetapi dia memiliki etiket sendiri tentang nilai-nilai. Tidak ada orang yang peduli terhadap Salander, kecuali satu orang pengacara pengasuhnya Holger Palmgreen. Pengasuhnya inilah yang menemukan “keistimewaan” Salander sehingga mempromosikan Salander kepada Dragan Armansky, direktur Milton Security yg bergerak dalam bidang jasa investigasi swasta. Dan ternyata, Salander menjadi penyelidik nomor satu di Milton Security karena memiliki kemampuan fotografis luar biasa, kemampuan hacker juga kemampuan analisis yang sangat jitu.
Berawal dari Armansky inilah suatu saat Salander diberikan “tugas khusus” memata-matai Mickael “Kalle” Blomkvist. Seorang wartawan idealis (yang mungkin tinggal satu2nya di Swedia) yang terlibat kasus berat karena menyelidiki Hans Erik Wennerstorm. Seorang taipan yang sangat disegani akan tetapi menurut Blomkvist dia adalah seorang analis financial yang korup. Salander berhasil memata-matai Blomkvist, mengikuti persidangannya (Blomkvist kalah di persidangan dan diancam harus masuk penjara selama 3 bulan, meretas computer Blomkvist (juga Wennerstorm), menyimpan kamera pengintai di kediaman keduanya, bahkan mampu meretas rekening bank masing2 dan kesimpulan Salander adalah bahwa Blomkvist adalah wartawan yang jujur. Hasil analisa Salander ini lah yang menjadi data Armansky untuk merekomendasikan Salander kepada Dirch Frode (Pengacara Henrik Vanger), pemilik Vanger Corporation yang juga sebuah perusahaan raksasa Swedia.
Dirch Frode kaget luar biasa ketika Armansky menyodorkan gadis punk, berkelakuan “seenaknya”, bahkan mengacuhkan Frode, akan tetapi Armansky meyakinkan Frode bahwa Salander adalah penyelidik nomor satu Milton Security. Akhirnya dari Salander inilah Frode memiliki “data” Blomkvist. Hendrik Vanger selalu mengikuti berita tentang Blomkvist dari TV dan media cetak dan memiliki kesimpulan bahwa Blomkvist adalah wartawan yang cakap, idealis, memiliki kemampuan investigasi, dan jujur. Setelah mengetahui integritas Blomkvist, Frode menghubungi Blomkvist via telp bahwa klien nya memiliki masalah yang berat dan membutuhkan bantuan Blomkvist.
poster film
Singkat cerita, Blomkvist bertemu dengan Hendrik Vanger di kediamannya (di sebuah pulau miliknya). Hendrik bercerita bahwa dia tidak memiliki istri dan anak, dia adalah pemimpin perusahaan Vanger Corporation yang juga dimiliki oleh keluarga Vanger yang menurut Henrik adalah keluarga bajingan dan serakah. Akan tetapi Hendrik memiliki keponakan perempuan yang sangat disayang bernama Harriet Vanger. Harriet adalah anak yang pintar dan sejak kecil Hendrik melihat masa depan Vanger Corporation di dalam diri Harriet. Akan tetapi Harriet hilang 40 tahun yang lalu dan kesimpulan Hendrik, Harriet dibunuh di pulau itu. Setiap tahun, ketika ulang tahun Hendrik, pembunuh Harriet selalu memberikan lukisan bunga dalam bingkai (Lokasi pengirimannya dari seluruh kota2 di dunia, berarti pembunuh itu berkeliaran keliling dunia). Bingkai bunga tersebut dikumpulkan dalam sebuah ruangan dan ketika mengikuti berita Blomkvist di TV, Hendrik menghitung jumlahnya bingkai lukisan bunganya ternyata sudah 40 buah! Dan selama 40 tahun pula, hidup Hendrik tersiksa sesuai keinginan si pembunuh dan juga Hendrik bilang hidupnya didedikasikan untuk mencari Harriet walaupun hasilnya nihil dan menghubungi Blomkvist mungkin adalah usaha terakhir Hendrik dalam mencari Harriet,Hendrik selalu berkeyakinan  seandainya Harriet mati dimana kuburannya, seandainya Harriet masih hidup, dimana sekarang Harriet berada?. Hendrik memberikan dana financial yang besar kepada Blomkvist untuk penelitian Harriet, sumber informasi yang tak terbatas dari Vanger Corporation. Seandainya Harriet tidak ketemu juga Hendrik akan menerima, karena Hendrik menganggap mungkin inilah salah satu usaha terakhirnya ditambah Hendrik sudah tua dan sakit-sakitan. Ditambah bonus tambahan “akhir tahun”, Hendrik akan memberikan data Wennerstorm, karena Wannerstorm memulai usaha bisnisnya adalah ketika menjadi pegawai magang di Vanger Corporation.
Bagaimana hubungan dan keterlibatan Michael Blomkvist & Lisbeth Salander? Berhasilkah Harriet Vanger ditemukan? Siapakah pembunuhnya? Bagaimana “pertempuran” Blomkvist dan Wennerstorm? Siapakah pemenangnya? Siapakah sebenarnya Lisbeth Salander? Pertanyaan tersebut bisa terjawab dalam buku Trilogi Millenium.
NB: Menurutku, cerita ttg Lisbeth Salander yg difilmkan Hollywood dibandingkan dengan yang versi Swedia, lebih mendekati dengan detail bukunya. Juga pemeran Lisbeth Salandernya (Rooney Mara)......\ *pemeran Salander versi Swedia Noomi Repace juga bermain di film box office Hollywood*

Kaum Badui Arab

“Menurut Khalifah Umar Bin Khattab, orang-orang Badui lah yang melengkapi  Islam dengan bahan-bahan yang kasar”. Kaum Badui A...