Senin, 17 September 2012

Herman Willem Daendels (Gub Jend Hindia Belanda 1808-1811)


Sebelum revolusi perancis 1789-1799, suara raja adalah suara Tuhan, sehingga menimbulkan pemberontakan dari golongan demokrat dan republik menjatuhkan monarki absolut juga membuat geraja katolik Roma untuk membuat restrukturisasi yang radikal. Kudeta untuk kaum pencerah ini dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Semangat dari revolusi prancis adalah kita semua sama antara raja dan rakyat adalah saling bahu-membahu untuk membangun sebuah peradaban baru (penghapusan feodalisme).


Herman Willem Daendels adalah produk Eropa baru yang ditempa pada Revolusi Prancis (Ahli Hukum, Revolusioner,Politikus, serdadu profesional). Dia adalah kepala batu,perasa, gigih, tidak banyak cingcong,kemauan besar, karena serdadu profesional dia memiliki kecenderungan kekerasan dalam mencapai tujuan (Daendels ikut bertempur dalam penyerbuan ke Belanda (Netherland) 1794-1795 dalam pasukan “patriot pemberontak melawan Raja Belanda Stadhouder Willem V”) .Herman Willem Daendels ditugaskan menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk mempertahankan Prancis dari serbuan Inggris di Hindia Belanda. Dia tiba di Batavia via Lisabon dan Maroko 5 Januari 1808 atas perintah Raja Louis (Lodewijk I) adik Napoleon Bonaparte. Daendels belum pernah tinggal di Timur, tapi tampaknya dia  jenis orang yang cocok untuk membersihkan Batavia yang busuk dan kotor. Orang baru yang bersih diluar dari lingkaran “gank”. Gubernur Jendral ini menimbulkan kekagetan demi kekagetan bagi “orang lama”. Raja Louis memberikan kebabasan yang luar biasa kpd dia di Hindia Belanda. Dia mulai bekerja, menghancurkan korupsi, menghancurkan dan membuat lagi sistem administrasi baru, membangun  jalan dan benteng. Dia menimbulkan kebencian yang luas biasa dari banyak orang yang kepentingannya dia rusak. Akibatnya Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jendral Hindia Belanda berikutnya)  banyak memiliki keuntungan dari hasil reorganisasi Daendels di Jawa. (Walaupun citra yang buruk-buruk dibebankan kepada Daendels). Karena dibesarkan oleh Revolusi Perancis, Daendels kurang cocok bergaul dengan raja-raja pribumi, contohnya perseteruannya dengan Sultan Hamengku Buwono II dari Yogyakarta. Di jaman kompeni, Residen Belanda di Surakarta dan Yogyakarta diharuskan memberikan penghormatan kepada Sunan dan Sultan dengan membungkukkan badan dalam pertemuan-pertemuan resmi. Residen tidak berhak menggunakan payung mas dan kursi Sunan atau Sultan didesain dengan “lebih tinggi” dari para utusan Belanda. Oleh Daendels semua bentuk penghormatan ini di hapuskan karena tidak mencerminkan kesetaraan dan dipandang sebagai penghinaan kepada bangsa Eropa. Daendels pun terlalu mencampuri urusan dalam negeri Sultan yaitu ketika memaksa Sultan HamengkuBuwono II turun takhta (1810) dan diganti oleh puteranya Sultan Hamengku Buwono III. Banyaknya kesalah pahaman inilah yang menimbulkan benih-benih yang nantinya menjadi penyebab Perang Jawa (Diponegoro) 1825-1830.

Minggu, 02 September 2012

Hallo! Bandoeng by Wieteke Van Dort


Hallo Bandoeng – Wieteke Van Dort
Lagu ini mengisahkan hubungan telepon radio antara Hindia Belanda, khususnya pulau Jawa, dengan Netherland pada Januari 1929, berkat bantuan stasiun pemancar radio di Gunung Malabar Bandung yang dibangun sejak 1917 dan stasiun serupa di Kootwijk - Netherland.
Hubungan telepon radio dapat digunakan umum dengan biaya 33 Gulden untuk tiga menit pertama antara Netherland dan Netherland Indies, konon untuk bisa melakukan "hubungan" tersebut kita harus menabung selama 2 tahun.
Lagu ini bercerita tentang seorang nenek di Belanda yang tiap bulan nabung uang supaya dia bisa nelepon SLJJ anaknya di Bandung. Tapi setelah uangnya cukup buat nelefon, anaknya tidak bisa pulang karena sudah menikah dengan wanita pribumi dan juga sudah memiliki anak. Tapi akhirnya dia rela saat mendengar suara cucunya,walaupun dia menjadi sangat sedih.


‘t Oude moedertje zat bevend
Op het telegraafkantoor
Vriend’lijk sprak de ambt’naar
Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor
Trillend op haar stramme benen
Greep zij naar de microfoon
En toen hoorde zij, o wonder
Zacht de stem van hare zoon

refrain:
“Hallo! Bandoeng!”
“Ja moeder hier ben ik!”
“Dag liefste jongen”, zegt zij met een snik
“Hallo, hallo!
Hoe gaat het oude vrouw?”
Dan zegt ze alleen:
“Ik verlang zo erg naar jou!”

Lieve jongen, zegt ze teder
Ik heb maandenlang gespaard
‘t Was me om jou te kunnen spreken
M’n allerlaatste gulden waard
En ontroerd zegt hij dan:
“Moeder Nog vier jaar, dan is het om
Oudjelief, wat zal ‘k je pakken
Als ik weer in Holland kom!”

refrain

“Jongenlief”, vraagt ze, “hoe gaat het Met je kleine bruine vrouw?”
“Best hoor”, zegt hij, “en we spreken
Elke dag hier over jou
En m’n kleuters zeggen ‘s avonds
Voor het slapen gaan een gebed
Voor hun onbekende opoe
Met een kus op jouw portret”

refrain

“Wacht eens, moeder”, zegt hij lachend “
‘k Bracht mijn jongste zoontje mee”
Even later hoort ze duidelijk
“Opoe lief, tabeh, tabeh!”
Maar dan wordt het haar te machtig
Zachtjes fluistert ze:
“O Heer Dank dat ‘k dat heb mogen horen…”
En dan valt ze wenend neer

“Hallo! Bandoeng!”
“Ja moeder hier ben ik!”
Ze antwoordt niet.
Hij hoort alleen ‘n snik
“Hallo! Hallo!…” klinkt over verre zee
Zij is niet meer en het kindje roept: “Tabeh”

Terjemahan lagu ini kira-kira adalah:

Hallo Bandung
Ibu tua bergetar sambil duduk
Di kantor telepon
Pegawai ramah berbicara:
“Nona, sebentar lagi Bandung akan menjawab”
Dengan kaki bergetar yang juga membeku
Dia mengambil mikrofon
Maka dia mendengar, “Oh, Ajaib!”
Alunan suara putra nya.

Reff:
“Hallo Bandung”
“Iya Ibu, saya disini!”
“Salam dari cucumu yang manis” katanya sedih
“Halo!”, “Halo!”
“Apa Khabar Bu?”
Kemudian dia berkata
“Saya sangat kangen kamu!”

“Anakku yang manis”, kata Ibu tsb dengan mesra.
“Saya menabung selama bulanan”
“Untuk bisa bicara sama kamu”
“Saya bersedia memberi gulden ku yang terakhir”
Dengan iba, anaknya menjawab:
“Ibu, empat tahun lagi aku akan selesai”
“Ibuku yang manis, aku akan menggendongmu”
“Kalau nanti saya sampai di Belanda lagi”

“Anakku yang manis, bagaimana khabar istrimu(wanita pribumi)?”
“Baik-baik saja Bu”, kemudian dia berkata “kami selalu membicarakan Ibu”
“Setiap hari kami membicarakan Ibu”
“Juga anak-anak kami setiap malam selalu berdoa untuk Ibu”
“Sebelum tidur sebuah doa”
“Untuk nenek yang belum mereka kenal”
“Mereka pun mencium potret mu”

Reff

“Tunggu Bu” katanya sambil tertawa.
“Ini saya membawa anak bungsu saya”
Kemudian terdengar jelas
“Nenek yang manis”, “Tabeh”, “Tabeh”
Tapi dia sudah tak tahan lagi
Dengan alunan suara yg keras dia berkata
“Oh Tuhan, terima kasih aku bisa mendengar suaramu!”
Kemudian dia jatuh sambil menangis.

“Halo Bandung!”
“Ibu! Saya disini”
Dia tidak menjawab
Dia hanya mendengar dengan sendu
“Halo” “Halo” bisa didengar dari laut jauh
Dia sudah tidak ada lagi dan anak bungsunya memanggil “Tabeh!”

Kaum Badui Arab

“Menurut Khalifah Umar Bin Khattab, orang-orang Badui lah yang melengkapi  Islam dengan bahan-bahan yang kasar”. Kaum Badui A...