Minggu, 07 Februari 2016

Kaum Badui Arab


“Menurut Khalifah Umar Bin Khattab, orang-orang Badui lah yang melengkapi  Islam dengan bahan-bahan yang kasar”.

Kaum Badui Arab adalah penduduk yang jauh dari interaksi dengan bangsa-bangsa lain, karena hingga saat ini kehidupan mereka cenderung tidak berubah. Kehidupan mereka masih seperti  yang digambarkan dalam Kitab Taurat. Jauh dari pergaulan kota. Malahan menurut kaum Badui, pergaulan kota itu adalah sesuatu yang sangat mereka rendahkan.
Kaum Badui terbagi ke dalam dua masyarakat Arab, yaitu Badui Pedalaman (selanjutnya disebut Badui saja) dan Badui Kota. Badui Kota adalah suku-suku yang sudah bisa hidup menetap dalam satu daerah, tidak hanya hidup nomaden.  Kaum Badui terdiri dari kabilah-kabilah yang masih jauh dari peradaban, jauh dari sekolah dan jauh dari kemajuan.  Riwayat mereka sangat sedikit disinggung oleh ahli sejarah modern, bahkan keberadaan mereka sering dinafikan. Ada yang menyangka, kehidupan mereka bahkan masih sama seperti  keadaan 3000 tahun yang lalu.
Kaum Badui terdiri dari kabilah-kabilah yang dipimpin oleh seorang Syekh atau sering disebut sebagai kepala kabilah. Dalam darah orang Badui, mereka sangat menyukai perang. Menyerang adalah kebiasaan mereka. Kebiasaan lainnya, mereka mengembalakan unta, kambing, dan biri-biri. Mereka sangat menjungjung tinggi kemerdekaan. Itulah sebabnya mereka benci kepada penduduk kota yang menurut keyakinan mereka_ lantaran terlalu ingin beradab maka kemerdekaan orang-orang kota itu malah terpenjara oleh peradaban itu. Dari pola tersebut, menjadikan kaum Badui pantang membuat rumah, karena menurut pandangan mereka, rumah adalah hal yang dapat membatasi kemerdekaan mereka.  Kaum Badui sudah membuktikan, bahwa dari setiap ekspansi ke tanah Arab seperti Bangsa Yunani, Persia dan Romawi, tak ada satu pun yang dapat menaklukkan Kaum Badui. (Entahlah saat ini dimana kendaraan motor, mobil dan pesawat terbang sudah sangat modern).
Sejarawan Goustav le Bon menjelaskan karena Kaum Badui tak memiliki tempat yang tetap (nomaden) maka menjadikan mereka memiliki satu naluri saja yaitu menyerang. Biasanya mereka menyerang kabilah-kabilah yang lewat, yang membawa sumber-sumber makanan dan perdagangan. Orang-orang kota pun sangat takut kepada mereka. Di masa pemerintahan Makkah oleh Syarif Husein, rute perdagangan dan ekonomi antara Makkah dan Madinah tidaklah aman. Ketika ada pengiriman ekspedisi, harus siap dengan dicegat oleh “para penyamun” di jalan. Bagi Kaum Badui, merampok bisa dikatakan sebuah mata pencaharian, kesenangan dan mungkin juga sebagai olah raga nasional. Di buku “Tarikh Tamaddun Arab”, Goustav le Bon kembali menjelaskan bahwa apa-apa yang dilakukan oleh Kaum Badui itu tak beda jauh dengan orang-orang Eropa yang suka menjarah bangsa-bangsa yang tergabung dalam daerah kolonial. Bedanya adalah Kaum Badui menyerang orang-orang kaya, sedangkan orang-orang Eropa menyerang orang-orang yang masih Badui (penduduk asli). Intinya adalah mereka sama-sama merampas sumber daya yang ada. Walaupun dalam “Razzia” (penyerbuan) ini ada aturan-aturannya. Yaitu mereka hanya menyerang sumber daya (perbekalan & binatang ternak). Dilarang terjadi pembunuhan. Pelarangan ini bukan karena alasan kemanusiaan akan tetapi karena hukum padang pasir (mu’ruah) yang menyatakan bahwa pembunuhan bisa mengakibatkan tersulutnya rasa dendam kesukuan dan urusannya sangat panjang jika suku dari kabilah korban menuntut kematian anggota keluarga sang pembunuh.
Setelah Islam datang, Kaum Badui ini berubah menjadi tentara yang gagah berani dan sulit dicari tandingannya. Di dalam bala tentara itu mereka bercampur dan berkumpul dengan ahli-ahli seni, syair, alim, pintar dan juga kemiliteran. Mereka melihat peradaban maju itu dengan mata kepala sendiri. Peradaban api Persia, gedung  dan patung Romawi, kanal dan saluran air Mesir. Akhirnya Kaum Badui ini berubah menuju kemajuan.  Dalam kemiliteran, dasar keberanian menyerang itu tidaklah hilang akan tetapi berubah menjadi  berani menjemput kematian dengan mati  syahid. Sifat suka menolong sesama yang lemah menjadi kan mereka sebagai prajurit yang gagah berani dan tangkas.
Sejarawan Zaborouski menulis orang-orang Badui sangat memelihara sekali keturunan mereka. Nasab adalah sakral. Darah keturunan mereka sangat dijaga dari percampuran dengan bangsa lain. Doktrin mereka adalah hukum Muru’ah. Walaupun meraka sangat ahli dalam menyerang tapi mereka sangat hormat terhadap tamu, merdeka, kejam, sangat menjunjung kemuliaan diri, sabar menanggung siksa dan cobaan. Lantaran kejam itu, mereka sangan pendendam terhadap musuh yang menyerang mereka. Mereka hanya merampok tapi sangat jarang membunuh tanpa alasan. Talak/perceraian sangat sedikit, mereka sangat hormat terhadap perempuan. Bahkan adat Badui Arab, perempuan adalah pengiring para lelaki untuk maju ke medan perang. Dengan diiringi kaum kaum perempuan, maka timbullah keberanian para kaum lelaki itu.
Di masa Turki Ottoman, para jamaah haji sering bertemu dengan Kaum Badui ini. Mereka mencegat, muncul tiba-tiba dari balik bukit. Tembakan dilepaskan ke udara sebagai tanda kabilah untuk segera berhenti dan tidak perlu melawan. Namun apabila ada jamaah haji itu berjalan sendirian, mereka akan sigap untuk menolong dan memelihara jamaah tersebut. Menerima sebagai tamu dalam tenda nya maksimal selama tiga hari. Mengantarkannya menuju tempat pemberhentian terakhir dan memastikan jamaah/orang tersebut selamat tiba sampai di sebuah kota.
Suatu budaya yang paradox dalam Kaum Badui ini. Setelah masa Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin, tidak ada Raja Arab yang memperhatikan nasib kaum Badui ini. Tidak Muawiyah, Al- Ma’mun bahkan Salahuddin Al Ayyubi. Hal ini mungkin karena peradaban Islam juga sudah pindah ke kota-kota garnisun lain yang jauh seperti Damaskus, Baghdad, Konstatinopel, Kairo bahkan di benua Eropa (Spanyol). Kaum muslim hanya kembali ke Mekkah ketika melaksanakan ibadah Haji.
Barulah di masa Ibnu Saud yang berhasil menjadi Raja Arab dgn mendirikan Saudi Arabia, beliau bisa mengarahkan Kaum Badui ke dalam gerakan nasionalisme Arab. Kaum Badui diperintahkan untuk bersawah, berladang, berternak dan diberi kampung.(HS)

Kaum Badui Arab

“Menurut Khalifah Umar Bin Khattab, orang-orang Badui lah yang melengkapi  Islam dengan bahan-bahan yang kasar”. Kaum Badui A...