Jumat, 17 Agustus 2012
Senin, 13 Agustus 2012
Ustadz Seleb
Penceramah
Islam sebaiknya berlatar belakang dosen ilmu tentang Islam. Kompetensinya bisa
diuji & cenderung selalu belajar. Penceramah
Islam yg tak punya latar belakang dosen, sangat mungkin refrensinya terbatas
& belum tentu paham bahasa Qur'an & hadits (Arab). Ilmu agama itu ilmu
yang bisa dipelajari, ada metodenya, ada universitasnya, bukan ujug2 baca Qur'an
terjemahan & shalat lgs bisa ceramah. Kira2 penceramah-penceramah yang
sudah jadi ustadz seleb di TV itu, menghabiskan berapa buku per minggu ya? Gak
kebayang, jika ada penceramah di TV yang tiap hari ngomong di depan umat tapi
refrensi bacaan / ilmunya tidak bertambah. Atau jika ada penceramah-penceramah
dengan latar belakang ilmu sekuler lain selain ilmu tentang Islam, bagaimana
kompetensi mereka? Penceramah-penceramah dengan kompetensi meragukan berpotensi
"sotoy" dan dapat menyesatkan pendengarnya. Apakah kita akan meminta
pendapat hukum kepada seorang dokter? Gitu juga, apa kita akan minta pendapat
ttg agama ke seorang insinyur? Kita sudah belajar kan, betapa beresikonya jika
seorang penyanyi dangdut berceramah agama di depan umat? Di dunia hukum, dahulu dikenal pengacara
pokrol bambu. Tanpa kompetensi ilmu hukum yang jelas, mereka membela orang di
depan pengadilan. Pengacara pokrol bambu hanya bermodal bisa bahasa Belanda,
jago debat, tanpa paham asas2 & kaidah2 hukum, lalu membela orang di
pengadilan. Betul, ada anjuran "sampaikanlah walau 1 ayat", tapi mbok
ya sadar dengan kompetensi, bahwa 1 ayat pun bisa punya banyak tafsir. Gw kasih
tahu elu 1 pasal dari KUHP, terus elu mau beri pendapat hukum & membela
orang di depan pengadilan tanpa tau asas2 & kaidah2 hukum? Benar juga klo
niat kita hanya ingin mengajak pada kebaikan, tapi klo gak kompeten, cukup
disampaikan secara personal di kalangan terbatas saja. Sekali lagi, ilmu
tentang Islam itu ilmu yg kompleks, hanya modal bisa mengeja Qur'an &
membaca buku2 terjemahan tentang Islam lalu ceramah. Akan sangat berbahaya bagi
yang mendengarnya. Apalagi beberapa penceramah dg kompetensi diragukan cenderung
melindungi diri dg jargon (ayat yang dia ambil dari kitab suci ). ..
"Menurut Qur'an" "menurut Islam" padahal yg dikatakannya
hanyalah interpretasinya terhadap Qur'an / hadist. Pemahaman umat tentang Islam
beresiko sempit & fanatik krn mengira apa yg dikatakan penceramah2
inkompeten = kata2 Allah. Padahal penceramah2 tersebut sama sekali tidak
mendapat lisensi / surat kuasa dari Allah untuk menjadi juru bicaraNya. IMO,
perlu diadakan semacam standarisasi & lisensi tertentu untuk penceramah di
ruang-ruang publik seperti TV, masjid dll. Uji kompetensi untuk para penceramah
bisa berupa kemampuan bahasa Arab, hafalan hadits / Qur'an, ujian soal kaidah2
fiqh dll. Resikonya mungkin perlu adanya standarisasi honor ceramah, tapi
daripada harus membayar honor jutaan rupiah utk penceramah yg inkompeten? Dengan
standarisasi & lisensi, penceramah yang isi ceramahnya berisi hate speech,
misoginis misalnya, bisa dicabut lisensinya, yang distandarisasi kompetensi
dasarnya aja bang, kyk kemampuan bahasa Arab, hafalan ayat Qur'an & hadits
bkn interpretasinya. Sebetulnya penceramah2 yg inkompeten bisa terseleksi lewat
mekanisme pasar. Artinya penceramah2 inkompeten seharusnya ditinggalkan
audience. Masalahnya, ukuran yang dipakai dlm masyarakat kita, cenderung bukan
ukuran kompetensi, tapi kemasan yg dipakai penceramah2 tersebut. Contohnya,
yang laris bukan penceramah yang paham bahasa Arab, kaidah fiqh tapi yg laris
malahan penceramah yg jenaka. Hasilnya kita hanya mempopulerkan
"penceramah2 seleb" dibandingkan penceramah agama yg punya kemampuan.
Penceramah yg ideal menurut gw, adalah orang yg doyan baca buku & bikin
tulisan bukan penceramah yg doyan muncul di acara gosip selebritis. Buat sementara
sih, klo denger ceramah dari orang yg kompetensinya meragukan, cukup
didengarkan saja gak perlu dianggap terlalu serius. Mendengarkan ceramah dari
orang yg gak berlatar belakang ilmu agama memadai anggep aja spt mendengar
pendapat hukum dari seorang dokter. Sekali lagi, ilmu agama itu bisa
dipelajari, ada metodenya bisa diuji seperti ilmu2 lainnya. Ilmu agama bukan
ilmu ghaib yg pasti benar. Mau jadi ahli agama Islam yg kompeten? Masuk
pesantren, belajar bahasa Arab, kuliah di UIN / Al Azhar Mesir hingga S3
misalnya. Jadi ahli agama Islam tidak cukup hanya dengan mengeja Al Qur'an
tanpa paham bahasa Arab, rajin puasa & rajin shalat. Ini bukan ilmu ghaib. Dan
jangan sekali-sekali terpukau, bahwa jika ada orang yg hafal beberapa ayat,
rajin shalat, rajin puasa, jidat item pastilah ia ahli agama. – Pradhana Adimukti
- , twitter:@Pradhana_Adi
Langganan:
Postingan (Atom)
Kaum Badui Arab
“Menurut Khalifah Umar Bin Khattab, orang-orang Badui lah yang melengkapi Islam dengan bahan-bahan yang kasar”. Kaum Badui A...
-
Hallo Bandoeng – Wieteke Van Dort Lagu ini mengisahkan hubungan telepon radio antara Hindia Belanda, khususnya pulau Jawa, dengan Nether...
-
RADEN NGABEHI RONGGOWARSITO Islam bercorak mistis telah menjadi satu kekhasan di bumi nusantara. Kesuksesan Islam sebagai agama pene...